OLAH PELEPAH PISANG MENJADI KERAJINAN UNIK - SATRIA

Penulis : Satria Adi Bimasakti Nur Islami

NIM : 22041184083

Tugas : liputan 4

SOFT NEWS

JOMBANG – Bagi banyak orang, pelepah pisang mungkin dipandang sebagai sampah tak berguna. Namun, di tangan Suryanto, 42, warga Dusun Bebekan, Desa Tapen, Kecamatan Kudu ini, pelepah pisang bisa diolah menjadi berbagai kerajinan yang bernilai jual tinggi. Di antaranya produk songkok, vas bunga, topi dan ragam kerajinan lainnya.

”Sesuai namanya omah debog, di sini seluruh produknya memang dari pelepah pisang atau debog,” ucapnya saat ditemui (20/3) kemarin.

Suryanto menggelati usaha kerajinan dari bahan debog sejak 2018 lalu. Saat itu, dalam sebuah karnaval desa, sebagai salah satu perangkat desa, ia diminta untuk berkreasi dengan bahan bekas yang ada di sekitar untuk karnaval warga. ”Saya sebagai kepala dusun, akhirnya punya ide bikin baju dan kostum karnaval dari pelepah pisang,” lontarnya.

Bersama  istrinya, ia pun mendesain pakaian berbahan debog itu, ternyata hasilnya bagus dan jadi salah satu ide paling kreatif dalam karnaval itu. ”Setelah itu saya coba kembangkan sendiri, akhirnya ketemu produk lain seperti songkok dan pot sama celengan itu, sampai sekarang ini,” tambahnya.

Dia memanfaatkan ruangan kecil di samping rumahnya jadi bengkel sekaligus tempat memajang hasil produknya. Menurutnya, membuat kerajinan dari bahan debog susah-susah gampang. Pertama dari pemilihan bahan. Tidak asal memilih debog, tapi juga melihat kualitas agar menghasilkan produk yang baik.

Untuk bahan produknya, Yanto biasa menggunakan dua jenis pelepah pisang. ”Jadi ada yang pelepah kering pohon, sama pelapah kering jemur. Dua bahan ini bentuk dan fungsinya nanti berbeda,” ucapnya.

Untuk pelepah kering pohon, ia biasa mencari sendiri di kebun tak jauh dari rumahnya. Syarat pelepah yang bisa dipakai, yakni warna cokelatnya bagus dan seratnya menarik. ”Kalau yang pelepah kering jemur ini biasanya saya ambil di pengepul, bedanya warnanya lebih cerah kalau yang kering jemur,” lontarnya.

Setelah bahan-bahan dan alat siap, selanjutnya tinggal mengolah bahan sesuai kebutuhan. Dia mencontohkan pembuatan produk terbarunya, yakni blangkon debog. Prosesnya, diawali menata pelepah kering pohon pada kain yang sudah dicetak sebelumnya. Proses ini, disebutnya harus dilakukan dengan teliti. ”Jadi ini kan menyambung serat, harus disamakan warnanya supaya serasi, kalau asal jadi belang, jelek nanti,” ucapnya.

Satu per satu, lapisan debog cokelat ini direkatkan pada kain hingga merata. Setelah itu, cetakan ini harus didiamkan hingga benar-benar kering. Sambil menunggu kering, ia membuat hiasan untuk bagian atas blangkon. Proses ini, menggunakan bahan pelepah pisang kering jemur yang warnanya lebih cerah. ”Jadi ada dua hiasan nantinya, ada yang dianyam seperti tikar, ada juga yang dibentuk seperti tali dengan cara dipilin,”  tambahnya.

Setelah kering, dua bahan itu kemudian disatukan kembali dengan lem. Setelah rampung, barulah blangkon debog ini disemprot cairan khusus untuk membuatnya tahan air. ”Prosesnya sebenarnya hampir sama semua. Asal bahannya siap, satu produk biasanya bisa selesai dalam satu hari,” ungkapnya.

Produk hasil buatannya ini, diakui Suryanto awalnya memang dipasarkan dari mulut ke mulut. Namun, ia mulai merintis penjualannya melalui sistim online. ”Lebih banyak melalui marketplace kita, selain juga dipajang di rumah ini,” imbuhnya,

Untuk harga, ia menjual produknya ini mulai Rp 15 ribu hingga Rp 230 ribu, tergantung besar kecil juga tingkat kerumitan saat pembuatannya. ”Paling murah itu pot bunga kecil, kalau yang paling mahal ya blangkon ini, mulai Rp 160 ribu sampai Rp 230 ribu, tergantung kerumitan polanya,” pungkasnya.

Seiring produknya semakin dikenal banyak orang, tak lantas menjadikan Suryanto berpuas diri. Sebaliknya dia semakin bersemangat mengembangkan produk-produknya.

Komentar